AnyarNetwork.Com – Harga batu bara kembali merosot dan bertahan di level psikologis US$120 per ton, sejalan dengan proyeksi peningkatan pasokan.
Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa pada perdagangan Kamis (21/3/2024), harga batu bara ICE Newcastle untuk kontrak April ditutup pada level US$124,65, mengalami penurunan sebesar 0,20%.
Ini merupakan penurunan keempat berturut-turut dalam empat hari terakhir, dengan total penurunan mencapai 4,2%.
Penurunan harga batu bara dipicu oleh proyeksi peningkatan pasokan dari India dan China, sementara permintaan diprediksi akan melandai.
Pemerintah Indonesia telah menyetujui kuota produksi batu bara sebesar 922,14 juta ton untuk tahun 2024, naik hampir 30% dari volume yang sebelumnya ditargetkan.
Target produksi batubara Indonesia sebelumnya adalah 710 juta ton untuk tahun berjalan, tetapi total produksi mencapai rekor tertinggi sebesar 775,20 juta ton pada tahun 2023.
Namun, pelaku pasar meyakini bahwa produsen batubara akan menghadapi tantangan dalam mencapai kuota RKAB yang disetujui.
Salah satu produsen batubara di Indonesia menyatakan bahwa kuota yang disetujui adalah produksi maksimal jika semua penambang beroperasi dengan kapasitas penuh, namun dalam kenyataannya, sebagian besar penambang hanya memenuhi 80% dari kuota RKAB.
Pemerintah juga telah menyetujui kuota produksi untuk tahun-tahun berikutnya, yakni 917,16 juta ton pada tahun 2025, dan 902,97 juta ton pada tahun 2026.
Namun, seorang pedagang yang berbasis di Indonesia menyatakan bahwa negara tersebut tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk menghasilkan lebih dari 900 juta ton batubara, seperti ekskavator dan dump truck, yang sebagian besar diimpor dari China, Jepang, dan Korea Selatan.
Proyeksi peningkatan produksi batubara di Indonesia terjadi di tengah perkiraan bahwa permintaan batubara termal Asia yang diangkut melalui laut akan tetap stagnan sepanjang tahun ini.
China, yang diharapkan menjadi pendorong utama permintaan, saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi yang signifikan, yang berpotensi mempengaruhi keseluruhan impornya.
Keseimbangan antara permintaan dan pasokan menjadi kunci untuk menstabilkan harga pasar batu bara.
Produksi yang berlebihan, seperti yang diperkirakan mencapai lebih dari 900 juta ton, dapat menyebabkan surplus pasokan yang berpotensi menurunkan harga batu bara lebih lanjut.